Fakta Tentang Satwa Liar di Indonesia
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di
dunia terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari
luas daratan dunia. Indonesia nomer satu dalam hal kekayaan mamalia (515
jenis) dan menjadi habitat dari sekitar 1539 jenis burung. Sebanyak 45%
ikan di dunia, hidup di Indonesia.
Indonesia juga menjadi habitat bagi satwa-satwa endemik atau satwa
yang hanya ditemukan di Indonesia saja. Jumlah mamalia endemik Indonesia
ada 259 jenis, kemudian burung 382 jenis dan ampibi 172 jenis (IUCN,
2011). Keberadaan satwa endemik ini sangat penting, karena jika punah di
Indonesia maka itu artinya mereka punah juga di dunia.
Meskipun kaya, namun Indonesia dikenal juga sebagai negara yang
memiliki daftar panjang tentang satwa liar yang terancam punah. Saat ini
jumlah jenis satwa liar Indonesia yang terancam punah menurut IUCN
(2011) adalah 184 jenis mamalia, 119 jenis burung, 32 jenis reptil, 32
jenis ampibi, dan 140 jenis. Jumlah total spesies Indonesia yang
terancam punah dengan kategori kritis (critically endangered) ada 68 spesies, kategori endangered 69 spesies dan kategori rentan (vulnerable) ada 517 jenis. Satwa-satwa tersebut benar-benar akan punah dari alam jika tidak ada tindakan untuk menyelamatkanya.
Penyebab Kepunahan Satwa Liar
- Berkurang dan rusaknya habitat
- Perdagangan satwa liar
Berkurangnya luas hutan menjadi faktor penting penyebab terancam
punahnay satwa liar Indonesia, karena hutan menjadi habitat utama bagi
satwa liar itu. Daratan Indonesia pada tahun 1950-an dilaporkan sekitar
84% berupa hutan (sekitar 162 juta ha), namun kini pemerintah
menyebtukan bahwa luasan hutan Indonesia sekitar 138 juta hektar. Namun
berbagai pihak menybeutkan data yang berbeda bahwa luasan hutan
Indonesia kini tidak lebih dari 120 juta hektar.
Konversi hutan menjadi perkebunan sawit, tanaman industry dan
pertambangan menjadi ancaman serius bagi kelestarian satwa liar,
termasuk satwa langka seperti orangutan, harimau sumatera, dan gajah
sumatera. Perburuan satwa liar itu juga sering berjalan seiring dengan
pembukaan hutan alami. Satwa liar dianggap sebagai hama oleh industri
perkebunan, sehingga di banyak tempat satwa ini dimusnahkan.
Setelah masalah habitat yang semakin menyusut secara kuantitas dan
kualitas, perdagangan satwa liar menjadi ancaman serius bagi kelestarian
satwa liar Indonesia. Lebih dari 95% satwa yang dijual di pasar adalah
hasil tangkapan dari alam, bukan hasil penangkaran. Lebih dari 20% satwa
yang dijual di pasar mati akibat pengangkutan yang tidak layak.
Berbagai jenis satwa dilindungi dan terancam punah masih diperdagangkan
secara bebas di Indonesia. Semakin langka satwa tersebut makan akan
semakin mahal pula harganya.
Sebanyak 40% satwa liar yang diperdagangkan mati akibat proses
penangkapan yang menyakitkan, pengangkutan yang tidak memadai, kandang
sempit dan makanan yang kurang. Perdagangan satwa liar itu adalah kejam!
Sekitar 60% mamalia yang diperdagangkan di pasar burung adalah jenis
yang langka dan dilindungi undang-undang. Sebanyak 70% primata dan
kakatua yang dipelihara masyarakat menderita penyakit dan penyimpangan
perilaku. Banyak dari penyakit yang diderita satwa itu bisa menular ke
manusia.
Hukum Perlindungan Satwa liar
Satwa liar Indonesia dalam hukum dibagi dalam dua golongan yaitu
jenis dilindungi dan jenis yang tidak dilindungi. Menurut Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan
Ekosistemnya, perdagangan satwa dilindungi adalah tindakan kriminal yang
bisa diancam hukuman penjara 5 tahun dan denda Rp 100 juta.
Daftar jenis satwa dan tumbuhan yang dilindungi menurut Peraturan
Pemerintah No 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Liar bisa dilihat di link berikut: Daftar Jenis Satwa liar dan Tumbuhan Indonesia yang Dilindungi
Peraturan perundangan yang terkait dengan satwa liar dan hutan Indonesia, bisa dilihat di link berikut: Kumpulan Peraturan Perundangan tentang Satwa Liar di Indonesia
Komentar
Posting Komentar